Pesona Gunung Merbabu
Gunung Merbabu – Katanya, mendaki gunung itu bikin kecanduan. Dan katanya lagi, setiap kita pergi mendaki, akan ada pelajaran yang bisa diambil. Memangnya iya? Apa asyiknya menyusuri medan yang berat dan menanjak? Dipikir-pikir, naik gunung itu tujuannya apa sih? Hanya untuk melihat pemandangan yang indah? Ah, ke pantai juga bisa! Udah lelah, dingin, belum lagi berkilo-kilo beban carrier yang harus dipanggul. Di mana nagih-nya? Pikirku waktu itu.
Ternyata, rasa penasaran cukup membuatku langsung mengiyakan ajakan rekan untuk mendaki gunung. Sekitar akhir tahun 2017, aku memutuskan untuk pergi mendaki Gunung Merbabu. Jujur, ada sedikit rasa khawatir yang menyelimuti, mengingat aku yang “cupu” dalam segala bidang berbau olahraga ini, sebentar lagi akan mencoba olahraga ekstrem sekelas mendaki gunung. Tapi tetap, ku putuskan untuk pergi. Itu sudah keputusanku. Bagaimana bisa aku takut, kalau dijalani saja belum.
Merbabu merupakan salah satu gunung api yang berjenis strato, atau bisa dibilang gunung api yang sudah lama ‘tidur’. Gunung ini terletak di wilayah Magelang dan Boyolali, Jawa Tengah. Untuk jalur pendakiannya sendiri ada lima rute yang ditawarkan, namun aku dan rekanku akhirnya memilih jalur Selo. Tentu saja, kita tidak asal memilih jalur pendakian, tetapi berdasar dari berbagai sumber yang telah dibaca. Dikatakan di sana, bahwa jalur pendakian via Selo ini sangat disarankan untuk para pendaki pemula.
Oke, jadi aku dan rekanku memulai perjalanan dari kota Bandung dengan menggunakan kereta api dan menempuh perjalanan kurang lebih 10 jam. Kami berangkat dari stasiun Kiaracondong pukul 18.10 WIB dan sampai di Stasiun Purwosari, Solo sekitar pukul 04.00 WIB. Untungnya, salah satu temanku merupakan orang asli dari daerah kaki gunung merbabu, dan kami dijemput serta diantarkan langsung dari stasiun ke basecamp! So, lucky! Karena kita tidak perlu repot-repot atau bingung lagi memikirkan akomodasi menuju lokasi pendakian.
Setelah 2 jam menempuh perjalanan dari Stasiun Purwosari, akhirnya kami sampai di basecamp Pak Parman, sekitar pukul 06.15 WIB. Ini adalah salah satu basecamp yang paling populer kalau kita mendaki melalui jalur Selo. Setelah mengistirahatkan diri, sekitar pukul 10.00 WIB akhirnya kami memutuskan untuk memulai pendakian.
Memulai Pendakian Gunung Merbabu
Basecamp – Pos I
Perjalanan dari basecamp menuju Pos I ini ternyata lumayan menguras tenaga! Wah, baru juga mulai, pikirku. Di awal pendakian, memang jalur masih landai, namun semakin lama semakin menyita tenaga ternyata. Untuk mencapai ke Pos I, kurang lebih memakan waktu tempuh selama 2 jam. Maklumlah, untukku yang energinya payah ini memang butuh tenaga ekstra.
Pos I – Pos II
Perjalanan ini semakin lama semakin menanjak tentunya. Air minum sudah mulai makin berkurang. Untuk sampai ke Pos II, waktu tempuh kami selama hampir 3 jam. Di sini pula kami beristirahat agak lama.
Pos II – Pos III
Dari perjalanan Pos II ke Pos III, trek semakin kurang bersahabat dengan tipe newbie sepertiku. Tidak ada lagi jalur landai. Aku harus mulai pintar-pintar mengatur napasku.
Ditambah lagi jalur yang sangat curam dan licin.
Pos III – Sabana I
Sampai di Pos III, kami melihat mulai banyak yang mendirikan tenda. Tentu saja, karena Pos III merupakan tanah lapang dan lahan yang sangat luas serta terbuka. Tapi kami tidak langsung mengikuti untuk mendirikan tenda di Pos III. Kami masih melanjutkan perjalanan menuju Sabana I.
Sabana I – Sabana II
Ini dia, jalur perjalanan yang memanjakan mata. Sepanjang jalan, hanya padang rumput sabana hijau yang menyegarkan mata, hati serta pikiran. Di Sabana II ini lah akhirnya kami mendirikan tenda. Kami pun akhirnya bermalam di Sabana II. Karena tertutup kabut tebal dan hari yang memang sudah mulai gelap, kami tidak tahu bahwa tenda yang kami dirikan benar-benar tepat mengarah ke view gunung Merapi!
Hal itu kami sadari setelah kami bangun di keesokan harinya. Oh iya, harus aku jelaskan pula bahwa cerita pendakian pertama ini, memang tidak sampai pada puncak gunung Merbabu. Kami sadar bahwa sebelumnya, rencana ini merupakan rencana ‘dadakan’.
Maka kami kurang melakukan persiapan dalam hal logistik, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pendakian hingga puncak Gunung Merbabu. Karena bekal serta logistik yang kami siapkan hanya cukup untuk sekali lagi perjalanan, yaitu perjalanan menuruni gunung ini.
Sabana II, tempat mendirikan camp
Tapi aku tidak pernah menyesal sama sekali pernah mendaki gunung Merbabu. Ini jadi pelajaran yang berarti buatku, dimana nantinya kita harus lebih menyiapkan segala hal mulai dari bekal makanan, hingga logistik di gunung. Tapi bukan berarti tidak sampai puncak Merbabu, kami tidak mendapatkan apa-apa, karena view di depan tenda membuatku tidak berhenti berdecak kagum.
Tetap saja, meski tak sampai puncak, tapi aku sudah cukup puas dengan diriku. Aku sudah cukup bangga, bahwa dengan kerja kerasku, ternyata aku mampu melewati jalur-jalur yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan olehku. Oh, dan yang paling penting, ternyata aku bisa membuktikan bahwa segala lelah, pegal, haus, akan terbayarkan ketika melihat pemandangan yang luar biasa di gunung Merbabu.
Selain itu, mendaki gunung banyak sekali memberiku pelajaran berharga. Aku sadar bahwa ketika aku mendaki gunung, itulah waktu dimana aku mau tidak mau untuk memaksakan diri melampaui batas kemampuan. Mendaki gunung juga merupakan waktu di mana aku benar-benar keluar dari zona nyamanku.
Dan yang terpenting, mendaki gunung benar-benar mengajariku arti kerja sama dan berbagi yang sesungguhnya. Bagaimana kita harus bisa menyampingkan ego, demi kebutuhan rekan-rekan lain, dari mulai hal terkecil, air minum misalnya. Juga, yang paling penting, mendaki gunung benar-benar menunjukkan bagaimana attitude kita seharusnya.
Jadi, ternyata itulah jawaban mengapa banyak orang ‘ketagihan’ mendaki gunung. Bukan hanya tentang pemandangan, tapi cerita perjalanan yang membuat banyak pelajaran.
CP : 081294274691